Kau tahu guru Bina Pribadi? Atau Bina Kepribadian? Guru BK atau guru BP? Di sekolah-sekolah berjenjang Menengah Pertama dan Menengah ke Atas (jadi mau ke tengah atau ke atas nih?), mereka bercokol sebagai wadah penampung masalah murid-murid, spons penyerap air mata siswi-siswi curhat, dan –diharapkan- menjadi pemberi solusi bagi siswa-siswi yang merasa tidak sanggup mencari solusi sendiri.
Belakangan ini, aku bermasalah dengan seorang guru BP (aku lebih senang menyebutnya BP daripada BK). Ini terjadi karena saya sering sekali tidak tepat waktu hadir di sekolah. Terlambat. Begitulah.
Ketika kebetulan kami bertemu di kantin sekolah pada saat jam istirahat, ia langsung menghampiriku (yang bahkan tidak tahu ia guru apa). Saat itu, aku sedang makan sendirian di salah satu meja-sepaket-bangku kantin (karena aku berkeras mau makan di kantin, sementara teman-temanku ingin makan di kelas). Ia begitu saja duduk di depanku dan memulai ritual makan siangnya.
Percakapan di bawah ini dilakukan sambil makan, sehingga kata-kata di bawah ini terucap dengan tidak jelas dan terkadang terjadi hal-hal menjijikan (seperti makanan yang melompat keluar dari mulut).
“Halo, Rei!”
“Ya.”
“Apa kabar?”
“Bae.”
“Emm... Tadi kamu telat lagi?”
“Ya.”
“Kenapa?”
“Pak...”
“Entar aja yah ceritanya.”
“Kenapa?”
“Lagi makan neh.”
“Oh, iya, iya. Maaf,” kata si guru BP sambil salah tingkah.
Selesai istirahat, aku masuk ke kelas dan menceritakan “insiden kadatangan guru BP” itu kepada teman-temanku, sehingga mereka semua cekikikan.
Sepulang sekolah, aku membaca buku di perpustakaan. Ketika aku sedang asik membaca, tiba-tiba saja si guru BP telah duduk di depanku dan menyapaku.
“Reini.”
“Ya?”
“Kalo sekarang, udah bisa cerita?”
“Cerita apa?”
“Yah, kenapa kamu telat?”
Sejenak, aku teringat masa SMP, ketika aku begitu sering dipanggil guru BP untuk konseling. Dari masalah keterlambatan (mereka menyebutkan “kedisiplinan”), sampai masalah keluarga.
Saat ini, aku sedang ingin membaca buku, tetapi ada sedikit kejahilan menggerogoti nafsuku.
“Ooh, tadi pagi, Pak?”
“Iya.”
“Jadi gini, saya tuh kemaren udah nyalain alarm. Eh, ternyata hape saya eror! Alarmnya gak nyala deh! Saya gak kebangun deh! Telat deh!”
“Emangnya gak ada pembantu yang bangunin kamu?”
“Belum pulang mudik.”
“Papa, Mama, ato sodara kamu?”
“Biasanya mereka baru bangun setelah saya berangkat.”
Ia tampak berpikir sejenak. Selayaknya kebanyakan guru BP, berusaha memberi solusi (meskipun aku tidak butuh solusi darinya). Tak lama, ia menyerah.
“Terus, kemarin? Kamu telat kenapa?”
“Pagi-pagi, saya sembelit, Pak. Jadi saya kelamaan di kamar mandi. Habis itu, cari obat, gak ketemu. Harus ke warung dulu. Eh, warungnya pagi-pagi belum buka. Ke apotek. Apotek juga belum buka. Balik lagi ke warung, gedor-gedor pintu. Baru si Mbok keluar.”
Si guru BP geleng-geleng kepala.
“Kemarennya lagi, kenapa?”
“Itu karena hape saya mati, Pak. Saya gak tau dia lowbat. Tau-tau dia mati. Jadi, paginya dia gak bunyi deh!”
“Duh, susah juga yah.”
“Kemarennya lagi, kenapa dong?”
Wah, guru ini tidak mudah menyerah. Saya memutar otak.
“Hmm, saya lupa.”
Belum ada ide muncul.
“Kenapa yah, waktu itu? Hmm...”
Berpikir lagi.
Ah, ya!
“Oh, saya inget, Pak! Waktu itu, saya udah mau berangkat pagi-pagi. Eh, sopir saya telat! Yasudah, saya cari tukang ojek. Ternyata, pagi-pagi belum ada. Jadi saya balik lagi ke rumah. Mau minta dianter Papa. Banguninnya aja susah banget! Terus, harus nunggu dia buang air besar dulu, Pak! Parah deh!”
“Ck ck ck... Kemarennya lagi, kenapa dong?”
Haduh, guru yang satu ini keterlaluan!
“Waktu itu, saya udah bangun pagi. Terus, pas saya mau mandi, ternyata adek saya lagi boker! Harus nunggu dulu deh!”
“Kemarennya lagi? Kenapa tuh?”
“Itu...
“Duh, banyak sekali alesannya!”
“Bukan alesan, Pak! Itu bener. Mana mungkin sih saya sengaja telat.”
“Iya, sih. Bapak juga gak bilang kamu sengaja. Cuman, kok halangannya banyak sekali ya?”
“Yah, mau gimana lagi, Pak...”
“Masalahnya, Rei...”
“Iya, Pak?”
“Apakah kamu jujur?”
Deg!
“Ah, mosok saya bohong sih, Pak?”
“Saya tidak menuduh kamu bohong, Rei.”
“Jadi, apa maksud Bapak?”
“Gini, Rei. Tadi pagi, saya telpon Mama kamu.”
Oh, no!!
“Kata Mama kamu, kamu selalu telat karena selalu bangun kesiangan. Padahal sudah dia bangunkan, tapi kamunya gak mau bangun-bangun.”
hehehe
BalasHapusmakasih yah ci uda mampir..
haha.. critanya kocak deh..
ntar ci2 mo jadi apa?
jd penulis aja deh
hahahaha^^v
iye nih...
BalasHapuskocak banget ceritanya..
jadiin satu buku aja, judulnya:
"Catatan MayadIdub"..:p
-j2z-
Wah..,ku jadi teringat masa lalu yang sudah lama banget dan sempat terlupakan..
BalasHapuskalau dipikir-pikir ada kesamaan juga seh , tp ga banyak.., ku sering telat krn berangkatnya mepet jam,hehehe....
Huahahahaha! Kocak banget nih! Gue nggak berhenti ketawa deh, huahahahahaha! Ini terinspirasi dari pengalaman kamu, ta? Atau gimana? Ih, gila, lucu banget! Hahahaha. Cool!
BalasHapus