29/12/08

tinggal dalam VIII

IV. Pulang atau Pergi?

Sampai di tempat di mana kami menemukan angkutan umum, Ayah dan Ibu memasukkan barang-barang kami ke dalam angkutan yang kami tempati. Kami menyalami Ayah dan berpelukan dengan Ibu. Saya masih sempat melihat Ibu menangis ketika berpisah dengan kami. Saya pun dengan susah payah menahan tangis.

*Karena saya terus-menerus menahan tangis, maka perlu saya sampaikan bahwa saya bukan menahan tangis karena sok kuat dan sebagainya, melainkan karena tidak mau concealer mata yang menutupi kantong mata saya, yang hitam-tebal-besar, luntur.

Sepanjang perjalanan di dalam angkutan umum yang senantiasa berguncang, saya banyak merenung. Saat itu, saya sama sekali tidak merasa seperti seorang kota hendak yang pulang ke kota asalnya. Saya justru merasa sebagai warga desa Ngaduman yang hendak merantau mengadu nasib di Jakarta. Sementara kebanyakan teman tampak senang akan bertemu kembali dengan keluarga mereka di kota (kebanyakan mereka menderita home-sick), saya justru sedih karena meninggalkan keluarga saya di desa.

Dengan angkutan umum tersebut, kami kembali ke pasar Kopeng. Di sana, kami berjumpa kembali dengan teman-teman yang terpisah ke desa Cuntel.

Dari pasar Kopeng, kami naik ke bis-bis kami, yang menyerupai kulkas berjalan, lagi. Dari sana, kami menuju sebuah hotel di Yogyakarta. Hotel Ruba Graha. Di hotel tersebut, terpelihara berbagai jenis hewan langka. Kebanyakan adalah reptil dan amfibi. Di hotel itu juga, kami siswa-siswi kelas IPS bertemu dengan siswa-siswi kelas IPA.

Malam harinya, kami semua bersama-sama menghadiri sendratari (mungkin ini adalah singkatan dari “seni drama tari”) Ramayana. Cerita tradisional asal India yang cukup populer di Indonesia. Rupanya, sendratari Ramayana di sekitar Candi Prambanan tersebut adalah penampilan pertama dalam rangka menjadikan Yogyakarta kota pariwisata. Sendratari tersebut dilakonkan oleh mahasiswa-mahasiswi Universitas Gajah Mada.

Selain siswa-siswi SMAK 5 BPK Penabur, beberapa menteri dari negara-negara tetangga dan beberapa menteri dari Indonesia juga menjadi penonton perdana pertunjukan tersebut. Yang sangat disayangkan adalah sikap sebagian besar menteri Indonesia yang datang terlambat, mengobrol selama pertunjukan, dan bermain telepon genggam selama pertunjukkan. Sangat tidak berkelas. Teladan buruk.

*

Setelah semalam menginap di sana Ruba Graha, siswa-siswi kelas IPA harus menempuh perjalanan ke desa. Sementara, siswa-siswi IPS berbelanja ria di Bakpia Pathok XX (bukan sensor, tapi lupa) dan Malioboro.

Di Malioboro, rombongan saya yang anggota intinya terdiri dari Pak Chris, saya, Melisa, dan Anastasia berbelanja banyak dengan Pak Chris sebagai juru tawar. Alhasil, bawaan kami bertambah dan dompet kami menipis.

Yang sangat disayangkan adalah keramaian yang terlalu padat di Malioboro memberikan kesempatan bagi pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab untuk melakukan pelecehan seksual terhadap beberapa siswi SMAK 5 BPK Penabur.

***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar dan saran yang berguna dan membangun diharapkan.