Aku sangat percaya kepada mimpi. Bagiku, mimpi bukanlah "hanya" kembang tidur. Mimpi juga bukan "sekedar" ingatan-ingatan tak penting di siang hari yang terbawa tidur. Mimpi selalu mempunyai sesuatu untuk disampaikan kepadaku. Meskipun ketika kuceritakan mimpiku kepada orang lain selalu ada yang meremehkanku bahwa aku hanya seorang remaja dengan emosi labil. Aku tetap percaya pada mimpi-mimpi itu.
Salah satu cerita adalah suatu malam ketika aku memimpikan seorang bayi kecil yang bugil dan berdarah-darah merangkak ke arahku. Namun, ia peralahan-lahan berhenti. Mati. Ketika kuceritakan kepada adikku di pagi harinya, ia yakin itu hanya karena di hari sebelumnya aku menonton sebuah film horor bermutu seadanya tentang makhluk yang melahirkan di kuburan. Makhluk itu melahirkan dengan bantuan seorang bidan dari bangsa kuntilanak. Lalu, karena laki-laki yang menanamkan benih kepadanya tidak mau mengakui anak itu, seorang genderuwo yang baik hati bersedia menjadi ayah angkatnya. Anak itu pun diberi nama oleh genderuwo itu. Namanya Tuyul. Baiklah, kembali ke mimpi tentang bayi merangkak yang mati mendadak itu. Setelah berdebat dengan adikku di pagi hari, siang hari itu juga, kami mendapat kabar bahwa ibuku yang saat itu hamil telah keguguran. Bagiku, itu bukan sekedar kebetulan belaka.
Cerita lain adalah ketika aku bermimpi sopirku mengebut gila-gilaan ketika mengantarku ke sekolah suatu di pagi. Saat itu, ia tertawa-tawa seperti orang gila sampai lidahnya memanjang dan menjulur-julur ke luar. Matanya juga keluar dan terkatung-katung pada urat-urat di belakangnya. Aku berteriak-teriak tanpa ia hiraukan. Bukan mimpi yang enak untuk didengar, diceritakan, apalagi dialami. Esok hari setelah mimpi itu, sopirku tidak lagi datang ke rumahku untuk memberikan jasanya. Belakangan, kudengar ia dipenjara karena tertangkap melarikan mobil orang. Ibuku sampai merasa bersalah karena merasa gaji yang selama ini diberikannya kurang.
Maka, lain waktu ketika mimpi-mimpi lain datang untuk bercerita dalam tidurku, aku selalu menyambut mereka dengan baik. Aku menyimak mereka baik-baik. Terkadang, aku pun harus berusaha menafsir mereka dan aku berusaha menafsir dengan baik.
Suatu ketika datang kepadaku sebuah mimpi. Ia tergolong mimpi yang harus kutafsir agar dapat kumengerti. Mimpi itu tentang pacarku. Di sebuah lorong panjang dan remang-remang, kulihat pacarku itu berlari terbirit-birit ke arahku, tapi ia tersandung dan jatuh. Ketika ia bangun dari jatuhnya, aku menjerit keras-keras karena kulihat wajahnya hancur dan busuk. Langsung saja aku terbangung terduduk di ranjangku. Napasku terengah-engah dan aku berkeringat dingin. Jika begini keadaannya, aku tahu bahwa itu bukanlah mimpi biasa.
Aku pun merenung. Entah mengapa, selesai dari perenunganku, aku menyimpulkan bahwa pacarku tidak sebaik dugaanku. Ia adalah laki-laki berhati busuk yang bersembunyi di balik sikap manisnya dan ia akan segera menunjukkan sifat aslinya. Sebelum ia sempat melakukan itu, aku buru-buru meninggalkannya tanpa kabar.
Karena itulah aku sangat menyesal. Belakangan kuketahui bahwa ia ditimpa masalah besar. Ayahnya meninggal dan ia putus sekolah. Tidak itu saja, ia dan ibunya dikejar-kejar lintah darat karena ayahnya meninggalkan sejumlah hutang.
Ya, tebakanmu benar. Aku salah menafsirkan mimpi. Tafsiran yang benar adalah bahwa ia sedang jatuh ke dalam kesulitan dan ia sangat membutuhkanku. Ia membutuhkanku sebagai tempat mengadu dan menghibur diri. Akan tetapi, aku meninggalkannya dengan cara yang sangat kejam dan menyakitkan baginya.
Ketika telah kusadari semua, telah terlambat, tetapi aku tetap berusaha mencari kekasih hatiku itu. Aku hendak meminta maaf dan menawarkan sedikit bantuan. Namun, ia telah mengganti semua nomornya, pindah rumah, tak ada lagi kabar terdengar darinya. Aku telah berusaha mencarinya. Ia hilang. Lenyap tak berjejak.
Sejak saat itu, aku tak percaya lagi pada mimpi. Aku merasa mimpi telah mengkhianatiku.
Bahkan, suatu saat ketika sebuah mimpi yang mengerikan mendatangiku berulang kali dan selalu membuatku bangun terduduk dan terengah-engah, aku tidak mau menghiraukannya. Dalam mimpi itu, aku berdiri di tengah jalan raya. Kemudian, sebuah truk angkut besar berwarna kuning menabrakku sampai hancur lebur tak berbentuk dan tak bernyawa. Mimpi yang bodoh. Mana mungkin aku begitu bodohnya berdiri mematung di tengah jalan.
Aku tidak akan pernah percaya pada mimpi itu jika apa yang kumimpikan itu tak terjadi pada akhirnya. Saat itu matahari telah tegak lurus di atas kepalaku. Bayangan tubuhku hanya tersisa secuil tepat di bawah kakiku. Saat itu, sekolah baru usai. Aku berjalan dari kelas ke tempat parkir, tapi tak menemukan mobilku terparkir di sana. Maka, aku menelepon sopir baruku. Rupanya, ia harus mengantar ibuku keluar kota untuk urusan mendadak, sehingga ia tidak bisa menjemputku.
Terpaksa aku harus naik angkutan umum. Untuk mendapatkan angkutan umum yang kubutuhkan, aku harus berjalan dari gerbang depan sekolah sampai ke sebuah persimpangan, lalu menyeberang dua kali. Penyeberangan pertama berhasil. Menjelang penyeberangan kedua, jantungku berpacu kencang. Mengingatkanku pada mimpi yang menghantuiku di tiap malam belakangan ini. Aku terlanjur tidak percaya pada mimpi. Maka kuteguhkan hatiku untuk melangkahkan kaki-kakiku. Sebelumnya, aku menengok ke kiri dan kanan. Tak ada truk besar maupun truk kuning. Langkahku yang ragu-ragu menjadi mantap.
Tiba-tiba, mataku tertumbuk pada sesosok pria bertubuh liat dan berkulit hitam. Wajahnya babak belur. Jelas habis dikeroyok. Apakah kau dapat menebaknya? Itu cintaku yang hilang. Ia telah kembali. Ia menantiku di seberang jalan. Menatapku dengan perasaan perantau haus yang terjebak di gurun. Terlintas sekilas saja gosip di antara teman-temanku bahwa ada seseorang yang selalu memata-mataiku dari seberang jalan.
Tak kusadari, langkahku terhenti. Kami saling tatap. Tak satupun dari kami menghiraukan hiruk pikuk klakson mobil yang merasa terganggu oleh keberadaanku di tengah jalan. Juga tak terhiraukan hiruk pikuk orang-orang di pinggir jalan yang meneriakiku dengan maksud menyuruhku menepi. Tak juga ada di antara kami yang terkejut ketika sebuah truk kuning besar pengangkut tanah menabrakku. Tak juga di antara kami ada yang peduli ketika orang-orang dari pinggir jalan mengerubungiku.
Kami telah saling tatap dalam jarak yang lebih dekat. Saat itu, dalam penglihatanku, ia tidak lagi babak belur. Ia tampan dan manis, lebih dari sebelum-sebelumnya. Ia tersenyum menatapku dan aku terseyum balik menatapnya. Tangan-tangan kami yang tembus pandang dan lebih ringan dari udara saling bergandengan. Kemudian, bersama kami melalui sebuah perjalanan yang tidak logis dan tidak mungkin dijelaskan kepada orang-orang yang masih hidup dalam tubuh berdaging bertulang berdarah mengalir.
Kami hampir tiba di tempat tujuan kami. Di sana, kami akan berkumpul dengan arwah-arwah lain. Dari jauh aku telah melihat Romeo dan Juliet di antara pintu gerbang. Mereka hendak menyambut kami. Kurasa, mereka menjabat sebagai kepala daerah di sana. Kulihat juga di belakang mereka berdua, semua orang berpasangan menatap kepada kami. Tak lama kemudian, kami telah melewati sebuah gerbang mewah dengan plang besar di depannya yang bertuliskan kalimat selamat datang.
"SELAMAT DATANG DI DESA SUKACINTA".