26/03/08

pisah

Aku akan menceritakan sebuah kisah tentang perpisahan. Hanya satu dari sekian banyak kisah tentang perpisahan. Entah apakah cukup berarti, tapi sangat ingin kuceritakan kepadamu.

Aku akan bercerita tentang sepasang hati yang baru dipertemukan setelah masing-masing hati telah terpaut hati lain. Mereka tidak ingin melepas, tidak ingin meninggalkan, tidak ingin mengkhianati, juga tidak ingin menyakiti, tapi itulah yang mereka perbuat satu sama lain.

Aku bercerita tentang seorang perempuan -mungkin namanya "Nita" dari kata "wanita"- yang saat ini sedang menatap lekat pada seorang laki-laki -kita sebut saja dia "Pri" dari kata "pria"-. Aku tahu kau akan protes jika aku bercerita tanpa nama. Kalau pun kau tidak protes, selalu ada orang lain yang protes. Baiklah, kulanjutkan cerita ini. Nita menatap Pri dengan perasaan jatuh cinta. Kuberitahu kau, sebelumnya Nita telah menjatuhkan cintanya pada hati lain. Ah, tapi jangan kau kira Nita ini adalah seorang perempuan yang sembarangan jatuh hati. Ia tidak seperti itu.

Dahulu Nita telah mencintai seorang lain. Siapa namanya? Namailah ia "Ali" dari kata "lain" dengan sedikit modifikasi. Awalnya, Nita tidak menyimpan perasaan khusus untuk Ali. Hanya saja, sikap dan perbuatan Ali yang begitu baik dan tulus kepadanya telah menanamkan setitik benih cinta di hati Nita. Benih itu subur bertumbuh. Sekalipun Nita tidak juga membalas kebaikan Ali, paling tidak ia berikan cinta dan itulah yang paling diharapkan Ali. Lama-kelamaan, cinta Nita pun menjadi tulus, bukan sekadar pamrih. Bahkan, ketika Ali tidak lagi bisa memberikan apa-apa, Nita akan tetap melimpahkan cintanya.

Lalu, saat ini, ketika Nita menatap Pri, ia merasakan sesuatu yang tidak pernah dirasakannya ketika bersama Ali. Itulah sejenis cinta yang benihnya langsung menjelma menjadi pohon rindang yang berbuah-buah. Sangat cepat tumbuh dan kokoh akarnya tanpa dipupuk atau disiram. Begitu jatuh benih itu di tanah, langsung ia menjadi pohon dewasa yang kuat. Ajaib.

Marilah kita beralih kepada Pri. Ia pun dapat merasakan tatapan Nita. Kujelaskan padamu, saat itu mereka sedang berada dalam sebuah ruangan di mana mereka dilimpahi berbagai macam ilmu oleh seorang guru yang berdiri di bagian depan ruangan itu. Sementara, mereka dan manusia-manusia lain yang seusia dengan mereka akan mendengarkan guru itu dengan seksama, mencatat, dan berusaha meresapi semua yang dapat mereka resapi. Kita sebut tempat mereka berada sebagai "kelas". Kelas-kelas seperti itu banyak terkumpul dalam suatu gedung yang kita namai "sekolah". Ya, tahulah kau sekarang bahwa mereka hanya anak-anak ingusan yang masih bersekolah. Setidaknya, tak sampai satu tahun lagi, mereka akan lulus dan memasuki perguruan tinggi.

Oh, kita telah beralih jauh dari cerita tentang Pri dan Nita. Baiklah, tadi kau sedang mendengarkan tentang Pri. Di kelas itu, Pri duduk tepat di depan Nila. Nila sendiri duduk di bangku paling belakang di baris kedua dari pintu. Terserah bagaimana kau membayangkannya. Itu tidak penting.

Kulang lagi, Pri dapat merasakan tatapan Nita. Perasaan aneh menjalari punggungnya. Ia ingin sekali berbalik dan membalas tatapan Nita, tepat di matanya. Akan tetapi, ia mempertimbangkan bahwa perbuatan itu akan menarik perhatian dan menimbulkan pertanyaan dan pernyataan sesat sebagaimana kita sebut sebagai "gosip". Maka, ia kurungkan niatnya itu. Ia nikmati saja perasaan aneh yang berjalan-jalan di punggungnya.

Sementara, ketika Pri keluar dari kelasnya nanti, ia akan langsung menemui seorang perempuan lain dari kelas lain. Kita bisa memanggil perempuan itu "Rani" sebagai comotan huruf-huruf dari kata "perempuan lain". Sepertinya, semua orang di sekolah itu akan tahu bahwa Pri dan Rani adalah sepasang kekasih sebab mereka tampak akrab dan mesra. Pri tentu tahu bahwa hal ini selalu menyakiti hati Nita, tapi ia merasa tak berdaya untuk mencegahnya. Selain karena kekasih resminya adalah Rani dan Pri membenci perselingkuhan, Pri juga mencintai Rani sebagaimana seharusnya seorang kekasih.

Namun, suatu ketika, saat cinta Pri kepada Nita melolongi hatinya keras-keras, Pri tak sanggup lagi membendung, apalagi menyembunyikan perasaan itu. Ia terombang-ambing antara dua keputusan yang salah satunya harus ia pilih: meninggalkan Rani untuk Nita atau melupakan Nita untuk Rani. Ia plin plan rupanya. Ia memilih jalan yang akan ia benci seumur hidupnya: perselingkuhan.

Perselingkuhan dengan Nita memang ia sesali seumur hidupnya sebab ketika hal itu telah diketahui Rani, Pri pun ditinggalkan oleh Rani yang hatinya pilu. Sejak saat itu, Pri begitu muram. Dilihat hal ini oleh Nita dan dianggapnya bahwa Pri lebih mencintai Rani sebab ia begitu sedih ditinggalkan oleh Rani. Sementara Nita tidak pernah beranjak dari samping Pri, tapi tak pernah mampu menghibur hatinya yang kehilangan. Maka, menyerahlah juga Nita. Nita pergi juga, meninggalkan Pri, dengan perasaan kalah, terabaikan, tak berguna, sakit. Tak lupa berbagai makian ia tujukan bagi dirinya sendiri. Entah karena merasa tak cukup berarti untuk Pri, karena merasa bodoh telah membiarkan dirinya menjadi seorang selingkuhan, atau karena merasa telah menjadi mainan bagi Pri yang akhirnya dibuang ketika tak diinginkan lagi. Sendirilah Pri sekarang. Menahan hati yang remuk. Menangisi kehilangannya.

Sementara, Nita kembali kepada Ali yang selama ini memang tidak pernah ditinggalkannya. Ia benar-benar menyesal akan segala perbuatannya bersama Pri, sehingga ia kehilangan akal dan menceritakan segala sesuatunya kepada Ali. Ali meradang, juga merana. Ali merasa tak sanggup lagi bersama Nita. Ia bahkan tidak mengungkit-ungkit segala kebaikan yang telah ia berikan kepada Nita. Ia hanya yakin dirinya begitu tak pantas, tak layak, tak cukup untuk dicintai. Ia memutuskan untuk menyingkir. Ia hendak membiarkan Nita bersama laki-laki manapun yang dicintainya, bukan terikat bersamanya semata-mata karena hutang budi. Ia tidak lagi mengerti bahwa saat itu yang dibutuhkan Nita adalah dirinya.

Begitulah mereka semua terpisah, tercerai berai.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar dan saran yang berguna dan membangun diharapkan.