25/02/09

pulang

“Ma, aku pulang.”

“Hm.”

“Ini surat buat Mama.”

“Anak sialan lu! Bikin malu terus! Gara-gara apa lagi Mama dipanggil?”

“Terserah.”

Ninda berjalan gontai ke kamarnya. Membanting pintu, rebah ke ranjang, dan langsung pulas tertidur. Sementara, di ruang keluarga, ibunya dengan kekesalan merobek amplop surat dari sekolah Ninda. Ia bahkan tidak peduli ketika ia merobek terlalu kuat dan kasar, sehingga bagian pinggir kertas surat itu pun turut tersobek. Secarik kertas terlipat tiga bagian. Ia hentakkan ke udara agar terbuka. Terlalu kasar, sehingga menjadi kusut.

Surat tugas untuk mewakili sekolah mengikuti lomba menulis karya ilmiah.

Helaan napas.

Dua jam kemudian, Ninda terbangun dari tidurnya dengan sebuah mimpi buruk, sehingga setelah terbangun, ia merasakan kepalanya berdenyut ngilu dan jantungnya berdetak cepat. Ia mendapati dirinya masih dalam balutan seragam sekolah dan tubuhnya lengket dan bau keringat. Ia pun memutuskan untuk mandi. Ia mengambil beberapa potong sandang, lalu menuju kamar mandi yang ada di dalam kamarnya.

Ketika mulai membasahi tubuhnya, ia berusaha mengingat-ingat mengapa ia tertidur dalam keadaan seperti itu. Biasanya karena ada masalah. Masalah apakah kali ini? Karena pikirannya masih melayang-layang, seolah jiwanya masih berkelana di dunia mimpi, ia agak sulit mengingatnya. Namun, akhirnya ia ingat, sepulang sekolah ia bertengkar dengan ibunya. Lagi-lagi. Terlalu klise.

Sekarang, ia mencoba mengingat penyebab pertengkaran tersebut. Ah, surat dari sekolah. Tadi, di sekolah, ia sangat bangga ketika seorang guru mengajaknya mengikuti lomba menulis karya ilmiah meskipun ia bukan peserta ekskul karya ilmiah. Menurut guru tersebut, kemampuan analisisnya sangat baik, jika dilihat dari caranya menjawab soal-soal esai. Sangat membanggakan. Ia tidak menyangka bahwa hal semenyenangkan itu bisa rusak dalam sekejap karena ibunya.

Seusai mandi, ia langsung menyalakan komputer pribadi yang terletak di meja belajarnya. Ia memutar lagu.

Now I don’t know what to do

I don’t know what to do

When she makes me sad

(Vermillion part 2 karya Slipknot)

Ia sedih. Kini kesedihannya terdukung oleh lagu yang juga sedih meskipun isi lagu tersebut berbeda dengan isi hatinya. Ia menangis. Berandai-andai, berharap, harapan kosong.

Ia mematikan lagu pemutar lagu di komputernya. Berharap keheningan dapat mengangkatnya dari kesedihan. Namun, keheningan justru membawa lebih banyak pengetahuan baginya. Pengetahuan yang pahit.

Cukup jelas terdengar dari luar kamarnya.

“Kamu kapan mau pulang? … Sialan lu! Laki macam apa lu?! Maen cewek mulu! Istri anak lu ditelantarin kayak gini! … Gue keburu miskin kalo nungguin lu, najis! … Brengsek lu! Gak usah pulang sekalian! Gue juga bisa idup tanpa lu!”

Brak! Telepon dibanting.

Ninda mengacak-acak rambutnya, menjambak-jambak rambutnya, kemudian memukul-mukul kepalanya. Stres. Setelahnya, ia langsung menutup mulutnya dengan kedua tangannya. Menahan suara tangis. Tak urung, ia jamah kembali komputernya, lalu ia nyalakan kembali lagu yang tadi ia dengarkan. Segala bunyi-bunyian dalam kamar itu menjadi sangat tragis.

Kini tangannya berusaha meraih kotak tisu di sebelah ranjangnya. Ia menghapus air mata dan membuang ingus. Ketika ia hendak menarik lembar tisu kedua, salah satu telepon genggamnya, yang ia letakkan di samping kotak tisu, bergetar. Ia tak jadi menarik tisu. Tangannya langsung berganti haluan, meraih telepon genggamnya.

Sebuah pesan singkat. Jika diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia yang sedikit lebih baik, beginilah jadinya:

Giza : Hai, Da. Lagi ngapain?

Ninda : Main komputer. Kenapa?

Giza : Gakpapa. Nanya aja. Pasti lu main komputer di kamar.

Ninda : Ia. Napa?

Giza : Gakpapa. Enak yah, punya komputer sendiri di kamar. Gue, kalo mau pake komputer, harus minjem ke rumah temen.

Ninda : Oh. Terus kenapa?

Giza : Gakpapa kok. Ah, dasar lu, orang kaya. Gak ngerti susahnya orang kayak gue.

Ninda : Orang kayak lu?

Giza : Orang susah, Da. Gak punya banyak uang.

Ninda : Lu susah karena lu merasa susah. Lu kekurangan karena lu merasa kurang.

Giza : Terserah lu deh. Lu ‘kan gak pernah susah. Jadi enak ngomongnya.

Ninda : Hahaha.

Giza : Napa ketawa?

Ninda tidak membalas lagi. Ia kesal. Ia benci orang-orang semacam Giza. Orang-orang yang menganggap orang kaya selalu bebas dari masalah. Siapa pula manusia di dunia ini yang bebas dari masalah? Juga, kebenciannya berganda karena Giza berpendapat bahwa ia tidak pernah hidup susah. Giza tidak tahu bagaimana kehidupan Ninda dulu, harus tinggal di gubuk kayu dan makan nasi dengan garam saja. Nasinya pun sisa dari pedagang beras yang baik hati. Giza tidak tahu perjuangan keras ayah dan ibu Ninda yang membawa kehidupan mereka ke taraf yang lebihbaik sekarang.

Jika ingat masa-masa itu, Ninda ingin kembali melarat seperti dulu kala. Di saat-saat itu, ayah dan ibunya tidak pernah bertengkar. Mereka sangat akur. Sangat kompak. Sangat manis dan lemah lebut perkataannya. Lihatlah sekarang. Ibunya bekerja sendiri. Ayahnya bekerja sendiri. Ibunya tidak mau menerima uang dari ayahnya dan menyuruh Ninda untuk menolak uang dari ayahnya. Ayahnya bulanan tidak pulang ke rumah karena benci pada omelan kasar dan tuduhan-tuduhan ibunya. Ia bosan dengan situasi ini.

Ninda mengeraskan suara komputernya. Segala bebunyian di sekitarnya sekarang tenggelam dalam alunan musik. Bahkan, tak terdengar lagi ketika ibunya marah-marah menyuruhnya mematikan musik tersebut. Ia berpuas-puas menangis, meraung-raung, tanpa terdengar karena suaranya tenggelam dalam hentakan musik. Dalam tangisnya, ia berdoa. Bedoa kepada Tuhan yang selama ini tak pernah ia pikirkan. Yang telah lama ia tinggalkan.

Seketika, hatinya mendapat secuil pencerahan di tengah gelap badai. Ia memadamkan suara musik yang menghentaki keras-keras kamarnya. Meraih telepon genggamnya. Ia mencari nomor ayahnya dalam daftar kontaknya.

Dialing…

Tuuut… tuuut… tuuut…

“Halo?”

“Papa?”

“Ninda? Kamu ganti nomor?”

“Iya. Kata Mama, biar Papa gak bisa hubungin Ninda.”

“Hhhh… Pantes aja.”

Maaf, Pa.

“Gakpapa. Bukan salah kamu.”

“Pa…”

“Iya?”

“Papa kapan pulang?” tiba-tiba saja tangis Ninda meluap lagi.

“Maaf, Da. Jangan sedih. Papa nunggu Mama kalem dulu.”

“Sampe kapan, Pa? Kenapa Papa gak minta maaf aja sama Mama?”

“Gak semudah itu, Da.”

“Kalo Papa mau yang mudah doang, masalah ini gak akan berakhir, Pa.

“Da…”

Ninda menutup dan mematikan telepon genggamnya.

Subuh-subuh, ayah Ninda pulang. Ia masuk dengan mudah berkat duplikat kunci rumah yang sengaja dibuat untuk ia, istrinya, dan anaknya, seorang satu buah. Ia langsung menuju kamar utama, kamar ia dan istrinya. Namun, ia tidak menemukan orang yang dicarinya: istrinya. Ia meletakkan barang bawaannya di sana, lalu diam, menerka-nerka di mana kemungkinan istrinya berada.

Berbekal tebakan, ia berjalan ke kamar tamu. Benar saja, istrinya tergolek tidur di atas ranjang empuk yang dahulu mereka pilih bersama. Perlahan-lahan, ia duduk di sisi ranjang itu, di mana ia dapat dengan jelas melihat wajah lelah istrinya yang pulas sekali tidurnya. Perlahan-lahan, ia mengelusi dahi istrinya, sehingga rambut yang menutupi kening indah itupun tersingkir. Ia kecup kening itu.

Ia kembali ke kamarnya. Mandi, berganti baju tidur, lalu kembali ke kamar tamu. Di kamar tamu, ia membaringkan diri di samping istrinya, lalu tidur. Melampiaskan segala kelelahannya.

Kelak, ketika istrinya terbangun dan mendapati dirinya di sampingnya, istrinya akan tersenyum bahagia. Sangat bahagia, sehingga segala amarah, dendam, dan tuduhan terbuang jauh-jauh. Ia mengelusi kening suaminya, lalu mengecup lembut kening itu.

Andai Ninda mau bersabar dan tidak memutuskan untuk kabur dari rumahnya kemarin malam, tentu ia akan sangat senang sekarang.

4 komentar:

  1. wow wow wow
    keren keren keren
    xP

    BalasHapus
  2. Tidak ada yang bisa membuat bahagia selain mendekatkan diri pada Tuhan. Maka jaganlah selalu putus aza selagi masih bisa berkarya. GBU

    BalasHapus
  3. efka, makasi.. hohoho..

    free music,wow.makasi yah... GBU too..

    BalasHapus
  4. Ya ampun, endingnya keren bangeeeeet! Kayaknya tulisan-tulisan lo kayak adegan-adegan pendek dalam film. Bagus, ta! Tinggal disempurnain lagi aja. Pasti tambah keren! Great posting and keep writing! (^_^)

    BalasHapus

Komentar dan saran yang berguna dan membangun diharapkan.