10/10/07

batu bata

Bola menyeret Batu ke tempat sepi. Sebuah ruangan gelap dan pengap. Mungkin gudang.

Bola menundingkan mata sebilah pisau ke wajah Batu. Batu terisak takut.

“Lo mau apa?” tanya Batu lemah.

“Dulu lo ngerusak hubungan gue dengan Balon. Sekarang lo masih mau ganggu Bantal? Perempuan biadab!”

“Gue gak kenal Bantal!”

“Gak ngaku!”

“Sumpah, gue gak kenal Bantal!”

Isak tangis Batu makin menjadi karena ia telah terpojok di sudut ruangan itu dan terjepit oleh Bola. Mata pisau itu pun telah menempel dan sedikit mengoyak kulit pipinya yang empuk.

“Plis, Bola...” Batu terdengar melemah, “gue denger dari orang-orang soal Bantal. Gue tau, dia nangis-nangis dan bilang gue ngelabrak dia. Tapi sumpah, gue bahkan gak kenal dia! Gue belum pernah liat dia! Cuman denger soal dia dari orang-orang!”

“Maksud lo, dia bohong?!”

“Gak tau! Pokoknya gue gak ngapa-ngapain dia!”

“Dulu aja lo begitu!”

“Tapi sekarang beda!”

“Huh!” Bola sinis.

“Oke, dulu gue fall in love with you dan cara gue ngungkapin itu adalah kesalahan besar. Tapi itu dulu! Sekarang beda! Udah gak ada rasa dan gak ada urusan sama lo! Plis…”

“Trus buat apa lo begitu sama Bantal?”

“Gue gak apa-apain dia! Kali ajah dia emang bohong!”

“Lo nuduh dia?!” Bola berang.

“Bisa aja kan? Siapa tau dia gak suka sama gue karena cemburu! Dulu aja, lo gak bisa setia sama Balon! Mungkin sekarang diem-diem lo masih nyimpen hasrat ke gue dan Bantal tau!” Batu tidak lagi menyadari keberadaan pisau yang telah siap mencabiknya karena telah terbawa emosi.

Bola dengan kalap menancapkan pisau itu ke leher Batu. Sekali dan darah telah terciprat ke wajah Bola untuk menyadarkannya dari perbuatannya. Bola mundur selangkah-selangkah dengan langkah tersendat-sendat.

Batu jatuh dengan kaku disertai bunyi-bunyi serak dari tenggorokannya yang telah digenangi darah.

“Batu! Batu!” terdengar panik suara dari luar ruangan itu. Pintu didobrak. Bata masuk tergesa-gesa.

“Batuuuu!” erangnya sekuat tenaga melihat kekasihnya dalam keadaan mengenaskan.

Bata langsung menghampiri Batu. Bata memeluk kekasih sekaratnya. Dicabutnya pisau itu dari leher kekasihnya. Bata menangis dan mengerang semampunya.

Tak lama kemudian, terdengar langkah-langkah berlari dari luar ruangan. Buru-buru Bola membersihkan darah di wajahnya dengan kaos hitam yang dikenakannya. Lalu, Bola menghampiri sepasang kekasih itu dengan sebilah kayu di tangannya. Dipukulinya Bata dan dipisahkannya si Bata dari Batu. Saat itu juga, beberapa pria menghambur masuk ke sana.

“Pembunuh!” teriak Bola sambil menunding Bata yang tubuhnya telah berlumur darah segar. Saat itu, nyawa Batu telah terambang di udara.

Pria-pria itu memvonis Bata sebagai pembunuh kekasihnya sendiri. Bata diseret keluar dari tempat itu dan dikeroyok sampai tak berbentuk dan tak bernyawa.

***

“Bata!”

“Batu!”

“Bata…”

“Jahat betul mereka itu!”

“Biarlah, Bata. Kini, hanya Tuhan yang dapat memisahkan kita.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar dan saran yang berguna dan membangun diharapkan.