06/08/08

wewek in the bottle

“Kamu pernah jatuh cinta?”

“Ah, pertanyaan klise.”

”Tapi menarik.”

”Hanya bagi orang-orang yang suka mengurusi hal-hal sepele.”

”Orang-orang yang tidak bisa mengurusi hal-hal sepele, tidak akan bisa mengurusi hal-hal besar.”

”Orang-orang yang terlalu banyak mengurusi hal-hal sepele, tidak akan pernah menyadari hal-hal besar untuk diurusi.”

”Tidak berarti hal-hal sepele tidak perlu diurusi, ‘kan?”

“Huh…”

***

Ketika dipasangkan untuk duduk bersama Kuntilanak oleh wali kelasnya, Jurig merasa ditimpa bencana besar untuk setahun pelajaran ke depan. Perasaan yang selalu ia rasakan setiap tahun, setiap kenaikan kelas, setiap dipasangkan dengan seseorang untuk menjadi tetangga bangkunya di sekolah.

Keuntungan bagi Kuntilanak yang mudah bergaul, ia dapat dengan cepat akrab dengan teman-teman di sekitar tempat duduknya. Jika sedang bosan, ia langsung mengobrol dengan tetangga di seberangnya, atau depan belakangnya. Namun, ia tetap risih karena hantu di sebelahnya diam sehening cadas. Kadang ia bergidik, merasa duduk di sebelah manusia (ini salah satu pengaruh hobinya menonton film horor). Apalagi, ia sering diabaikan ketika mengajak sang cadas berbicara. Jika sedang beruntung, ia masih bisa mendapatkan jawaban ketus.

Keuntungan bagi Jurig, nyaris tidak ada kecuali tempat duduknya yang tepat di tengah kelas itu membuatnya nyaman. Sementara, Kuntilanak seringkali mengganggunya dengan mengajaknya mengobrol ketika pelajaran sedang berlangsung atau ketika ia sedang membaca buku saat jam istirahat.

***

Pada suatu jam istirahat, seperti biasa, Jurig membaca buku berisi jurus-jurus Ki Jaka Bono. Tiba-tiba, datang Kuntilanak sendirian (biasanya ia selalu bergerombol dengan cewek-cewek tukang rumpi), menghampiri Jurig.

”Eh, kenapa sih lu selalu sendirian?” buka Kuntilanak.

”Suka-suka gue,” jawab Jurig tanpa berpaling dari bukunya.

”Pasti ada alesan yang lebih jelas dong?”

Kali ini, Jurig berhenti membaca dan memalingkan tatapan kepada Kuntilanak. ”Otak lu terlalu dangkal.”

”Otak gue masih bisa digali lagi kok.”

”Gak semua orang mau otaknya digali-gali.”

”Oke, tapi karena gue mau, lu mau dong ngobrol sama gue?”

“Hah? Yang ada entar kita gak nyambung!”

“Coba dulu!”

Jurig tidak menyangka, jika Kuntilanak tidak kalah berpengetahuan dan berwawasan dibanding dirinya. Maka, segera terkikis sikap sombong yang sebelumnya juga ia tunjukkan kepada Kuntilanak.

***

Di hari sebelumnya, Kuntilanak terlibat pembiacaraan dengan beberapa temannya. Mungki hanya salah satu temannya, yang selalu diekori beberapa teman lainnya. Si teman ini bernama Wewek.

“Lu betah duduk ama si Jurig?”

“Oke aja. Kenapa?”

“Ih, gue sih benci banget ama dia!”

“Kenapa?”

“Udah jutek, sombong, aneh lagi!”

“Bukan karena Tuyul suka lirik-lirik dia?”

“Kurang ajar lu!”

Kuntilanak mengangkat kedua tangannya setinggi bahu dan menampakkan kedua telapak tangannya, tanda tak ingin bertengkar.

“Gue mau minta tolong sama lu,” lanjut Wewek.

Kuntilanak mengangkat kedua alisnya, tanda tertarik.

“Gue butuh lu buat ngerjain si Jurig!”

“Kalo gue gak mau?”

“Kita semua bakal musuhin lu dan itu berarti seisi sekolah juga bakal musuhin lu!”

“Hmm, gue pikir-pikir dulu deh!”

“Hah? Mau mikir apa lagi? Emangnya lu mau jadi public enemy?”

“Nggak sih, tapi gue juga gak suka celakain orang lain dengan sengaja.”

“Huh! Pikirin deh!”

Kemudian, Wewek and the gank melangkah pergi dengan langkah kucing.

***

Hanya dalam kurun beberapa hari berteman dengan Kuntilanak, Jurig telah menyadari betapa sama sekali tidak ada makhluk yang punya alasan untuk sombong. Ia menyesali dirinya di masa lalu yang angkuh dan menyepelekan orang lain. Ia belajar bersikap seperti Kuntilanak, yang menganut ilmu padi. Makin berisi, makin menunduk. Ia juga belajar berbicara dengan orang lain dengan ramah dan sesuai dengan bahasa mereka. Artinya, ia tidak bicara politik dengan pecinta musik. Ia tidak bicara olahraga dengan pecinta teater. Ia tidak bergosip dengan pecinta agama. Hal tersebut membuatnya menambah pengetahuan dari berbagai bidang.

Nun jauh di tempat lain, sepasang bola mata memandang benci kepada Jurig yang semakin terbuka untuk berteman dan bertambah temannya. Wewek, pemilik sepasang mata indah itu, merasa terancam karena perubahan Jurig. Ia lebih merasa terancam lagi (ditambah cemburu) ketika melihat Jurig bersenda gurau dan berbagi sesajen dengan Tuyul di jam istirahat sekolah di kelas mereka.

“Di Sekolah Setan ini, gue cewek paling cantik! Kenapa Tuyul malah deket-deket sama Jurig?! Kenapa bukan sama gue!”

Bidak-bidak pengekornya diam semua.

Wewek kesal. Ia memukulkan tangannya kepada tembok, bangkit berdiri bangkunya, lalu berjalan penuh amarah tanpa menghilangkan kesan anggunnya. Ia hendak menghampiri Jurig untuk menjambaki rambutnya, menampari mukanya, dan menjejali mulutnya dengan tanah!

Sayangnya, belum sepuluh meter ia melangkah, ia harus memekik ngilu, sehingga semua mata teralih padanya. Semua mata itu terkejut dan takut. Ekspresi yang terkadang diikuti seringai ngeri. Kemudian, semua berhambur keluar kelas untuk mencari ruangan lain yang lebih aman. Ada juga yang meminta bantuan guru-guru yang mereka temui. Namun, Wewek tetap tak tertolong lagi.

Di sana, Wewek berteriak minta dibebaskan. Namun, penangkap-penangkapnya tidak menghiraukan teriakkannya. Mereka tetap berkomat-kamit membaca mantra dengan gaya-gaya yang aneh-aneh. Seragam putih panjang mereka membuat Wewek makin benci karena mengingatkannya pada si Jurig pencuri hati Tuyul.

Wewek menangis sejadi-jadinya di dalam botol sirup kaca yang tutupnya berbahan plastik berwarna putih.

3 komentar:

  1. wow..
    keren loh cii^^
    hoho..
    bakat bgt sih?
    hwhwhw..
    =D

    BalasHapus
  2. pujian sih pujiann.. tapi maknanya lebih dari pujian loh cii.. aku bnr2 kagum sama bakat ci2.. hahaha.. jarang bisa ketemu sama org yg bnr2 bakat bginii.. hehe..

    BalasHapus
  3. wah2 ternyata berbakat sekali soal blog..
    gw nubie nih..
    btw u juga kristen toh...
    GBU..

    BalasHapus

Komentar dan saran yang berguna dan membangun diharapkan.