28/08/07

hari ini kenanganku berulang tahun

Kujahit hatiku yang sobek

tapi jarum menyakitinya

dan benang tidak menyatukannya

Andai kau tahu

hari ini aku menyukurimu,

wahai Napasku

Sebab

Paru-paruku tak bekerja tanpamu

Jantungku tak berpacu tanpamu

Darahku tak mengalir tanpamu

Aku tak hidup tanpamu

Menanti

Menanti

Menanti

Kemana dirimu, kenanganku?

Andai kau tahu

sakitnya disobek rindu

perihnya dijahit air mata

ikat

Aku menangis

karena dulu kau mengikatku

dengan rantaimu

Aku menagis

karena kini kau melepasku

setelah aku menyatu dengan rantaimu

Aku menangis

Terluka

karena sebagian diriku koyak bersama rantaimu

Aku menangis

meski kau ikat aku kembali

sebab aku telah koyak

Aku telah terluka

Aku tetap terluka

17/08/07

Libur

“Hore! Besok 17 Agustus!”

“Hore!”

“Wah, anak-anak, tampaknya kalian senang sekali. Kalian ikut lomba apa besok?”

“Gak ikut.”

“Aku juga gak ikut apa-apa, Pak.”

“Kenapa?”

Kan besok libur, Pak. Jadi, aku mau tidur seharian!”

“He eh, besok kan libur. Aku mau nonton DVD seharian sama kakak!”

Pak Guru menceramahi anak-anak itu tentang makna Hari Kemerdekaan (yang bukan sekedar liburan), entah mereka mengerti atau tidak. Pak Guru berceramah dengan menggebu-gebu dan emosional. Akhirnya, anak-anak itu menangis ketakutan.

15/08/07

ke gereja

“Eh, halo!”

“Halo!”

“Udah lama gak liat. Udah gak ke gereja lagi?”

“Masih, tapi ke gereja lain.”

“Lho? Kenapa?”

“Gereja A liturginya gak enak!”

****

“Eh, coy! Gak ke gereja”

“Gue pindah.”

“Lho?”

“Gereja B pendetanya bikin ngantuk!”

****

“Halo, apa kabar?”

“Baek.”

“Minggu ini ke gereja bareng yuk?”

“Nggak ah!”

“Kenapa?”

“Gue pindah.”

“Ke mana?”

“Gereja D.”

“Kenapa?”

“Gereja C pemusiknya payah!”

****

“Minggu ini lo ikut kebaktian jam berapa?”

“Gak ikut.”

“Kenapa?”

“Pindah.”

“Kenapa?”

“Gereja D jemaatnya dikit!”

****

“Gereja E *blah blah blah*”

****

“Gereja F *blah blah blah*”

****

“*Blah blah blah*”

****

“*Blah blah blah*”

****

“Pakabar, bos?”

“Mayan.”

“Gereja mana lo sekarang?”

“Gak dimana-mana.”

“Gak ke gereja lagi?”

“Iya.”

“Kenapa?”

“Gak ada yang enak.”

“Emangnya lo ke gereja untuk apa?”

“Kebaktian.”

“Untuk siapa?”

“Tuhan.”

“Tuhan gak enak?”

“Bukan Tuhan, tapi gerejanya!”

“Ke gereja untuk?”

“Kebaktian.”

“Untuk?”

“Tuhan.”

“Yakin?”

*************

14/08/07

pembantu (2)

Pembantu itu menangis di rumah yang telah ditinggal pemiliknya. Ia sendirian di sana sekarang. Mengepel sambil menangis. Ia mencoba mengingat apa yang membuatnya menangis sebab sekarang ia menangis karena keterusan sejak tadi. Ternyata ia habis dimarahi dan dimaki-maki tuannya. Bahkan ia nyaris dipecat. Ia ingat, tuannya menggedori pintu kamarnya subuh-subuh. Ia ingat tuannya murka karena ia ketahuan berbuat mesum di rumah itu. Ia mencoba mengingat kenapa ia berbuat mesum sebab sekarang ia berbuat mesum karena sudah kebiasaan.

Pembantu itu ingat, ia melakukan perbuatan itu sebagai pembuktian. Ia ingat dijuluki perawan tua, tidak laku, lesbian, dan banyak lagi. Ia ingat, ia belum menikah karena belum menemukan pria yang memenuhi kriteria yang dibuatnya. Ia juga ingat, sekarang ia telah terlalu tua untuk menikah. Namun ia ingat, ia belum menopaus. Liang vaginanya masih basah saat terangsang. Ia ingat, ia ingin membuktikan.

Ia ingin membuktikan, bahwa ia laku, bahwa ia menarik, bahwa ia bukan lesbian, dan bukan perawan tua. Buktinya, ketika ia mulai bersolek, banyak pria melirik dan menggodanya. Buktinya, pria-pria iru memberinya banyak hal dan masih menjanjikan banyak hal. Buktinya, di antara pria-pria itu ada seorang yang sangat kaya. Buktinya, pria kaya itu berjanji akan menikahinya setelah menceraikan istrinya. Buktinya, ia telah tidur dengan pria itu. Tidur dengan pria itu ketika istrinya sedang di luar kota.

Namun ia benci bahwa sekarang pria itu menghilang. Jika ia mencari pria itu ke rumahnya atau tempatnya bekerja, selalu tidak ditempat atau sibuk. Ia lebih sakit hati lagi ketika yang menyambutnya di rumah pria itu adalah seorang wanita cantik dan seksi dengan penampilan yang cerdas dan berkelas. Sudah pasti wanita itu adalah istri kekasihnya.

Ia benci bahwa wanita itu sangat banyak kelebihan dibanding dirinya. Ia benci bahwa pria itu pasti lebih memilih istrinya dibanding dirinya. Ia benci bahwa pria yang menembus perawannya dan menikmatinya berkali-kali meninggalkannya. Ia benci bahwa pria yang dicintainya ingkar janji.

Ia marah. Ia mencari pelampiasan. Ia menggoda dan menggaet banyak pria untuk ditiduri. Tidak peduli apakah pria itu telah terikat dengan wanita lain atau masih bebas. Ia hanya ingin bercinta. Bercinta dengan tubuhnya dalam kenyataan bersama pria entah siapa dan angannya bersama kekasihnya yang telah pergi.

Ia melakukan semua itu di tempat teman-teman prianya. Hanya di saat-saat tertentu, ia terpaksa melakukan itu di rumah majikannya dan kemarin adalah kedua kalinya ia tertangkap basah di rumah majikannya.

Ia ingat semua itu.

12/08/07

bapak

Mungkin karena saya jarang berada di rumah, saya tidak merasa ada masalah dengan pembantu itu. Namun, saya sangat berang ketika istri saya mengadu bahwa pembantu itu membawa laki-laki ke rumah. Ini bukan pertama kalinya. Dulu saya sendiri pernah memergokinya ketika saya baru pulang dari luar kota dan pintu rumah tidak dikunci. Benar-benar lancang! Dikiranya rumah ini rumah bordil!

Setelah pada malam hari istri saya melapor, paginya saya gedori pintu kamarnya. Saya maki-maki dia. Saya tak sudi rumah hasil jerih payah saya ini dinajiskan oleh perbuatan lacurnya! Kalau bukan karena istri saya mengingatkan tentang keluarga peternak anak di kampung yang bergantung pada penghasilan pembantu sial ini, saya sudah memecatnya!

11/08/07

ibu

Saya yakin, pembantu itu sudah menginjak umur 50 tahun. Dia memang selalu mengaku masih berumur 22 tahun setiap ditanya, suamiku tidak peduli akan hal itu, anak sulung saya memprediksi pembantu itu berumur 30-an tahun, sedangkan anak bungsu saya berpendapat pembantu itu berumur 40-an tahun, tapi saya yakin umurnya minimal 50 tahun. Apalagi, ia sering mengeluhkan penyakit-penyakit manusia usia lanjut. Yang paling sering ia keluhkan adalah rematik.

Meskipun begitu, saya tidak mentoleransi kelalaiannya. Ibu dan mertua saya yang sudah 70-an saja masih dapat mengurus rumah mereka masing-masing dengan baik. Rumah-rumah mereka sangat rapi dan bersih. Ini karena mereka berdisiplin. Memang dasar pembantu itu saja yang malas!

Yang lebih buruk dan tidak mungkin saya beri toleransi adalah perbuatan mesum di rumah ini. Saya mendapat laporan dari anak sulung saya bahwa pembantu itu bermesraan dengan seorang pria di kamarnya di loteng rumah. Saya telah memarahi dan memaki-makinya, tapi hal ini tetap akan sampai kepada suami saya. Biar tau rasa dia!

10/08/07

anak bungsu

Aku ingat, kakak pernah bilang bahwa aku telah menjadi adik pembantu. Mama juga pernah bilang bahwa aku telah menjadi anak pembantu. Mungkin mereka cemburu karena aku terlalu dekat dengan pembantu itu. Dulu, aku memang senang bermain dengannya karena di rumah ini tidak ada orang lain yang bermain denganku. Berbeda dengan sekarang, ketika aku sudah akrab dengan Kakak yang semasa kecil menjadi musuh besarku. Selain itu, aku juga mempunyai banyak kesibukan selain tugas sekolah. Namun sebenarnya, bukan hal-hal itu yang menjauhkanku darinya. Aku mulai membencinya sejak ia memfitnahku.

Ceritanya, aku tidak berminat untuk bermain piano, seperti kakakku, tapi kami dipaksa untuk mengikuti kursus piano. Kakak perlahan-lahan mencintai piano, tapi aku tidak. Aku lebih senang bermain biola. Meskipun begitu, aku tetap berlatih piano, tapi aku tidak berlatih piano saat Mama di rumah sebab Mama banyak berkomentar negatif. Karena itu, Mama selalu mengira bahwa aku tidak pernah menyentuh piano.

Suatu hari, Mama pergi ke luar kota. Selama ia di luar kota, aku sering berlatih. Tidak seperti biasanya, sepulangnya dari luar kota, ia menanyakan kepadaku apakah aku berlatih. Dengan jujur, aku mengiyakan. Ternyata Mama tidak percaya. Mama mencari Kakak dan menanyakan hal yang sama kepada Kakak. Kakak pun jujur mengiyakan. Mama tidak juga percaya. Ia mencari pembantu dan menanyakan hal itu lagi. Pembantu itu malah menjawab bahwa ia tidak mendengarku bermain dan Mama percaya. Aku sungguh sakit hati difitnah seperti itu. Apalagi Mama jadi tidak percaya lagi kepadaku karenanya. Sejak saat itu, aku benci dia!

09/08/07

anak sulung

Sialan tuh pembantu! Kerjaan nggak ada yang beres! Kalo nggak tidur di loteng, kelayapan! Ngepel dan nyapu nggak bersih, perabotan pada debuan, masak nggak enak, baju gue dan adek gue dituker-tuker, banyak deh dosanya!

Yang lebih parah, kenapa dia suka bohong? Apa untungnya buat dia? Sejak sepuluh tahun lalu dia kerja di sini sampe sekarang, selalu ngaku umurnya 22 tahun. Nggak bisa ngitung? Bukan itu aja, dia juga pernah fitnah adek gue!

Lebih parah lagi, dia pernah bawa cowok masuk ke rumah. Ke kamarnya di loteng. Waktu itu bokap, nyokap, dan adek gue lagi nggak di rumah,. Gue sendiri lagi tidur. Untung gue bangun karena mereka berisik. Cowok itu langsung buru-buru kabur pas gue samperin mereka di kamar dia. Malemnya, gue langsung ngadu ke nyokap. Rasain!

08/08/07

pembantu tua

Pembantu perempuan tua itu duduk termenung sambil menatapi dinding di hadapannya dan menyuapkan mie rebus instan dingin ke dalam mulutnya. Mengunyah sambil menggoyang-goyangkan kedua kakinya, sehingga rok panjangnya sedikit berkibar.

Diingatnya masa-masa lalu. Dibongkarnya kotak kenangannya. Sepuluh tahun lalu, ketika kedua majikannya belum sesukses dan sesibuk sekarang. Sepuluh tahun lalu, ketika kedua anak perempuan majikan-majikannya belum sedewasa dan sesibuk sekarang. Sepuluh tahun lalu, ketika anak-anak itu masih bermain dan bercanda bersama dengannya, meskipun mereka agak nakal.

Dikutuki dan disesali dirinya saat ini yang telah tua dan rentan. Lapuk dan lemah. Tidak dapat lagi bekerja sebaik dulu. Sakit hatinya ketika anak-anak kedua majikannya memandang jijik terhadap makanan-makanan yang telah dengan susah payah tersaji di meja makan dan ketika mereka berkomentar sinis ketika pakaian mereka diletakkan di tempat yang salah. Juga bersalah rasanya ketika majikan-majikannya memprotes masakannya yang kurang asin atau terlalu asin, perabotan-perabotan yang berdebu, lantai yang kurang bersih, dan banyak hal.

Orang-orang yang dahulu telah menjadi keluarganya, kini dengan kejam menundingnya tidak becus kerja, asal, sengaja, malas, dan banyak lagi. Padahal tidak, dia tidak begitu. Dia tidak ingin begitu. Hanya usianya yang terlalu terkutuk, sehingga tubuhnya pun mau roboh digerogoti rayap usia jika ia tidak terus berjuang untuk bertahan.

Ia tidak seprima dulu ketika baru bekerja di rumah itu. Kini ia telah lemah, letih, dan pikun. Ia terkadang lupa anak majikannya yang mana yang memiliki pakaian yang mana, sehingga seringkali ia menempatkan pakaian ke lemari pakaian yang salah. Terkadang ia lupa bahwa ia telah memasukkan garam dan ia memasukkan lagi garam ke dalam masakkannya. Terkadang ia lupa sama sekali untuk memasukkan garam ke dalam masakkannya. Tubuhnya yang telah layu tak lagi cukup untuk menampung stamina untuk membersihkan rumah. Sungguh, bukan kemauannya.

Kini, ia berusaha bersembunyi setiap kali majikan-majikan atau salah satu dari majikannya pulang. Ia berusaha mempersiapkan segala sesuatu yang mereka butuhkan agar mereka tidak perlu sering-sering memanggilnya. Ia berusaha bersembunyi dari sakit hati dan rasa bersalah.

Ia bersembunyi di loteng sempit rumah itu. Menyantap mie instan dingin yang telah dimasaknya jauh-jauh sebelum anak-anak majikannya pulang. Menyantap di atas meja rangkap mesin jahit tua sambil menatapi dinding di hadapannya dan menggoyang-goyangkan kakinya, sehingga rok panjangnya sedikit berkibar.

07/08/07

bayang


Bayangku
jujur
dan setia


Sisiku
sembunyi
dalam gelap


Dosa

Bejat

Bulus

Jahat

Sesat

Dunia

Nikmat

Ahhh...

air mata korosif


Pedih hatiku

Terbakar

Perih hatiku

Mencair

menjadi tetes-tetes air mata

melelehkan diriku

Dalam sakit

Dalam sedih

Dalam derita

Musnahkan aku

tanpa jejak
tanpa raga
tanpa rasa
tanpa nyawa
tanpa jiwa
tanpa diri
tanpa memori
tanpa kenangan
tentang dirimu

06/08/07

Apa yang dapat menjauhkan kita, Saudaraku?

Bukan jarak!

Bukan juga ruang!

Apa yang dapat memisahkan kita, Saudaraku?

Bukan ajal!

Bukan juga waktu!

Apa yang dapat memecah kita, Saudaraku?

Bukan perbedaan!

Bukan juga kebencian!

Jiwa kita satu

Nyawa kita satu

Kita memang satu